Komunikasi Organisasi
Dan Motivasi (Efesiensi-X dan Komunikasi)
Dari semua isu dalam
bidang komunikasi, menajemen, dan kepemimpinan, barang kali isu yang paling
populer adalah motivasi. Motovasi menyangkut alasan-alasang mengapa orang
mencurahkan tenafa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pertanyaan yang telah lama
menjadi teka-teki bagi para menejer adalah “mengapa sebagian orang bekerja
keras, sedangkan yang lainnya bekerja sesedikit mungkin?” jawabannya terletak
pada sejauh mana orang mau mengarahkan perilaku mereka kepada suatu tujuan.
Bidang ekonomi
memusatkan pada penggunaan efesien sumber daya; namun, satu asumsinya adalah
setidaknya hingga ditemukannya teori efesien-X oleh Leibenstein (1978) bahwa
perusahaan atau organisasi secara internal efisien, yang berarti bahwa
perusahaan atau organisasi itu menghasilkan keluaran (output) maksimal bagi
seperangkat sumber daya tertentu (kadang-kadang disebut efisiensi teknis).
Asumsi ini menimbulakn asumsi sampingan bahwa organisasi pasti meminimalkan biaya.
Teori efesiensi-X
menolak asumsi yang terang-terangan bahwa organisasi berfungsi dengan efesiensi
maksimal dan menganggap bahwa inefesiensi nonalokatif (versus inefesiensi
alokatif yang berasal dari cara yang memungkinkan sumber daya di alokasikan
diantara penggunaan-penggunannya yang bersaing) terjadi dalam organisasi.
Karena efesiensi dan inefesiensi nonalokatif di abaikan atau tidak dapat di
identifikasi dalam teori ekonomi, keduanya disebut efesiensi-X dan
inefesiensi-X (atau tidak diketahui).
Perbedaan penting
antara organisasi yang efesien-X dan yang tidak efesien-X terletak pada prinsip
kebijaksanaan usaha pekerja (worker effort discretion) yang mengatakan bahwa
kinerja pegawai bergantung pada seberapa baik mereka termotivasi, sedangkan
teori ekonomi tradisional mengasumsikan bahwa usaha kerja adalah tetap. Dari
sudut pandang ekonomi empat unsur kunci yang merupakan konsep usaha di tempat
kerja: (1) aktivitas (A) yang merupakan pekerjaan seseorang, (2) kecepatan (K)
melakukan aktivitas, (3) presisi (P) melakukan pekerjaan yang menghasilkan
kualitas, dan (4) pola waktu (W) atau ritme melakukan pekerjaan.
Melalui proses
penetapan pekerjaan (employment process), organisasi membeli waktu pegawai;
sementara pekerjaan efesien membutuhkan usaha yang terarah yang tidak dibeli
setidaknya secara tidak langsung. Inefisiensi-X berasal dari peluang yang belum
dimanfaatkan yang disebabkan kurangnya motivasi dan perilaku yang tidak
diarahkan terhadap pengurangan biaya. Inefesiensi-X menaikan biaya dan
menurunkan produktivitas. Dalam rangka memfungsikan organisasi, kebanyakan
inefesiensi-X mengganggu proses komunikasi antar individu dalam organisasi.
Frantz (1988) menegaskan bahwa usaha yang diarahkan seorang individu
dipengaruhi oleh kelompok sebaya dan penyelia orang tersebut, juga oleh tradisi
dan sejarah organisasi.
Efesiensi-X diperoleh
lewat hubungan vertikal yang menumbuhkan tekanan untuk berusaha lebih banyak,
kepuasan individu dari mengindari pertengkaran tersebut, dan kepusan dari
menerima persetujuan penyelia. Kebanyakan organisasi dapat melakukan usaha
lebih banyak guna menghindari perselisihan yang tidak perlu dan untuk menerima
penghargaan bagi suatu pekerjaan yang dilakukan dengan baik.
Hubungan horizontal
menciptakan takanan dalamdua cara: (1) melalui norma sehingga semua anggota
harus menanggung beban yang menjadi bagian mereka, setelah mana mereka bebas
bekarja segiat mungkin, dan (2) norma sehingga individu bekerja sedikit yang
mereka inginkan, namun mereka tidak boleh bekerja sedemikian giat sehingga membaut
orang lain kelihatan buruk.
Perbedaan
antara Penyelia dan Pegawai Mengenai apa yang memotivasi pekerjaan
Kovach (1980)
menyatakan bahwa sikap pegawai dan faktor sebenarnya yang memotivasi pegawai
barubah lebih capat dari pada kecepatan perubahan pengetahuan penyelia mengenai
apa yang memotivasi pekerjaan. Untuk mendukung pernyataannya, Kovach
mereplikasi kajian yhang dilakukan Labor
Relations Institute - New York tahun 1946. Dalam penelitian itu penyelia
lini pertama dan pegawai yang bekerja bagi mereka diminta mengurutkan sepuluh
hal yang memberikan motivasi kepada mereka dalam bekerja. Hasilnya menunjukan
bahwa terdapat suatu kesenjangan antara apa yang diinginkan pegawai dari
pekerjaan mereka dan apa yang di pikirkan penyalia mengenai keinginan pegawai.
Motivasi seseorang yang
sesungguhnya (usaha yang diarahkan terhadap suatu tujuan) mungkin merupakan
suatu fungsi harapan (ekspektasi)-nya bahwa suatu investasi energi tertentu
akan menghasilkan pencapaian tujuan tertentu. Teori Vroom mengenai motivasi
(expentancy theory of motivation) (1964) dapat menjelaskan bahwa apa yang orang
hargai dan apa yang ia harapkan dapat mempengaruhi motivasi.
Teori
Motivasi
Istilah “motivasi”
merujuk kepada kondisi dasar yang mendorong tindakan. Satu perangkat teori menganggap
kekurangan kebutuhan sebagai kondisi pendorong yang menimbulkan predisposisi
tertentu untuk berperilaku. Sementara suatu teori lain menganggap harapan dalam
lingkungan sebagai menimbulkan bentuk-bentuk tertentu tujuan dan tindakan yang
mengikutinya; teori ketiga menganggapan persepsi atas tempat kerja sebagai
menimbulkan bentuk-bentuk tertentu potensi yang mendorong tindakan.
Teori
Defisiensi Motivasi
Teori
Hirarki
Maslow (1943, 1954)
mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori: fisiologi;
keselamatan atau keamanan; rasa memiliki (belolingness)
atau sosial; penghargaan; dan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini
menuntut Maslow berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan
fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat (prepotent)
hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan
lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Kebutuhan fisiologi menuntut
pemenuhan sebelum semua kebutuhan lainnya. Meskipun demikian, suatu kebutuhan
pada urutan lebih rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan
berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif, seperti yang di tunjukan oleh
garis-garis yang tumpang tindih dalam bentuk sepiral.
Lima perangkat
kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, dimana kebutuhan
fisiologis berada pada urutan lebih bawah, keselamatan dan keamanan berikutnya,
kebutuhan akan rasan memiliki (belonging)
di tengah, penghargaan (esteem) lebih
tinggi, dan kebutuhan akan aktualisasi diri berada pada urutan paling atas.
Teori
ERG
Alderfer (1972)
mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah existence (E) atau eksistensi, relatedness (R) atau ketertarikan, dan growth (G) atau pertumbuhan. Eksistensi
meliputi kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, rasa haus, dan seks, juga
kebutuhan materi seperti gaji dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kebutuhan
akan ketertarikan menyangkut hubungan dangan orang-orang yang penting bagi
kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
Kebutuhan akan pertumbuhan meliputi keinginan kita untuk produktif dan kreatif
dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Teori
Kesehatan Motivator
Harzberg (1966) mencoba
menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia
menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia: (1)
kebutuhan yang berkaitan dangan kepuasan kerja dan (2) kebutuhan yang berkaitan
dengan ketidak puasan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
disebut motivator. Ini meliputi
prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu
sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
Faktor-faktor yang
berkaitan dangan ketidakpuasan disebut faktor-faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene), dan meliputi gaji, pengawasan,
keamanan kerja, administrasi, kebijakan organisasi dan hubungan antarpribadi
dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan di tempat kerja.
Motivasi berkaitan
dengan kepuasan kerja namun tidak dengan ketidakpuasan kerja. Faktor kesehatan
berkaitan dengan ketidakpuasan kerja namun tidak dengan kepuasan kerja. Jadi
untuk memelihara atau tetap memiliki pegawai, menejer harus memusatkan
perhatian pada faktor-faktor kesehatan; namun untuk mrmbuat pegawai bekerja
lebih keras, menejer harus memusatkan perhatian pada motivator
Perbandingan
ketegori kebutuhan Maslow, Alderfer, dan Harzberg
Banyak kemiripan
diantara ketiga cara menjalaskan motivasi tersebut. Setiap sistem menggambarkan
aktualisasi diri, pertumbuhan, dan motivator dengan istilah-istilah yang
serupa. Faktor pemeliharaan dan keamanan juga untuk memuaskan kebutuhan
eksistensi. Hubungan antar pribadi dan pengawasan dapat dianggap cara-cara
untuk memenuhi keterkaitan, kebutuhan rasa memiliki, dan kebutuhan penghargaan.
Teori
Harapan dan Motivasi
Teori
Harapan
Vroom (1964)
mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis-jenis pilihan yang dibuat
orang untuk mencapai suatu tujuan, alih-alih berdasarkan kebutuhan internal.
Teori harapan (expentacy theory)
memiliki tiga asumsi pokok.
1)
Setiap individu percaya bahwa bila ia berperilaku
dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah
harapan hasil (out come expectancy)
2)
Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya
tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence).
3)
Setiap hasil berkaitan dengan suatu
persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Hal ini disebut
harapan usaha (effort expextancy)
Analisis Nadler dan Lawler (1976) atas
teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manajer dan
organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal daripada
pegawai:
1)
Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang
mempunyai nilai bagi pegawai.
2)
Definisikan secara cermat, dalam bentuk
perilaku yang dapt diamati dan diukur apa yang diinginkan dari pegawai.
3)
Pastikan bahwa hasil tersebut dapat
dicapai oleh pegawai.
4)
Kaitkan hasil dengan tingkat kinerja
yang diinginkan.
5)
Pastikan bahwa ganjaran cukup besar
untuk memotivasi perilaku yang penting.
6)
Orang berkinerja tinggi harus menerima
lebih banyak ganjaran yang diinginkan dari pada orang yang berkinerja rendah.
Teori
Persepsi Tentang Motivasi
Harapan
Reid dan Evans (1983)
mengamati, bahwa “orang-orang memulai karier mereka dengan harapan akan terus
menerus dipromosikan”. Karena kita hidup dan bekerja dalam organisasi,
janji-janji ditepati dan diingkari, masing-masing menghasilkan harapan yang
terpenuhi dan tak terpenuhi. Harapan menggambarkan apa yang akan orang pikirkan
mengenai apa yang terjadi pada mereka. Janji adalah jaminan yang menimbulkan
harapan.
Hallriegel, Slocum dan
Woodman (1986) menyarankan bahwa “kelelahan” diantara para pegawai profesional
berhubingan dengan mempunyai “harapan yang tidak realistik mengenai pekerjaan
mereka dan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan, berdasarkan
situasi tempat merekaberada”.
Pemenuhan
Pemenuhan (fulfillment) dalam kerja menunjukan
bahwa pegawai merasa bahwa mereka telah mampu mendifinisikan diri mereka
sendiri sesuai dengan keinginan mereka dan diterima. Apa yang telah mampu
mereka lakukan menunjukan bahwa janji organisasi dan harapan pegawai telah
terwujud dan bahwa kehidupan seorang sangat memuaskan. Pemenuhan dan harapan
bergandengan bersama.
Fromm (1955)
menjelaskan, bahwa ketidak puasan atas pekerjaan akan dipahami secara memadai
hanya dengan membedakan antara apa yang orang pikirkan secara sadar mengenai
kepuasan, dan apa yang mereka rasakan secara tidak sadar mengenai kepuasan
dengan pekerjaan.
Wenburg dan Williamson
(1981) mengartikulasikan tujuan pekerja ketika mereka berkata: “menggunakan
keterampilan bermutu tenggung jawab-diri, komitmen, kemampuan mengenyahkan
kebiasaan mental yang menjadi kendala, bersedia mengambil resiko
positif—sekadar mengembangkan keterampilan untuk memberikan diri kita
menjalankan hidup dengan hadirnya pemenuh—bukan hanya tidak adanya
penderitaan”.
Pencarian akan
pemenuhan dalam semua aspek eksistensi seseorang telah di dokumentasikan oleh
Yankelovich (1982) dalam laporannya mengenai perubahan kultural yang terjadi di
Amerika Serikat sejak tahun 1960-an. Ia menerangkan bahwa “pencarian akan
pemenuhan-diri menimbulkan suatu revolusi budaya baru ... pencarian akan
pemenuhan-diri mengawali suatu kisah baru karena ia memperkenalkan makna baru
penting kedalam budaya kita, berkisar di sekitar perjuangan untuk mengurangi
pengaruh kekuatan instrumental dalam kehidupan kita dan meninggikan unsur yang
sakral/ekspresif. Kebebasan yang dikejar pencari pwmwnuhan-diri ... adalah
kebebasan untuk memilih kehidupan seseorang berdasarkan rancangannya sendiri.
Peluang
Peluang (opportunity) mungkin merupakan unsur
paling kuat dari empat uneur yang mempengaruhi vitalitas kerja karena ia
mempunyai konsekwensi yang secara potensial merusak bila tidak hadir.
Untuk membuka peluang,
kita harus menciptakan kondisi yang mendukung untuk melakukan segala sesuatu
yang ingin kita lakukan. Abel (1971) menemukan, untuk mengisi suatu jabatan
dengan sukses dalam organisasi yang ia teliti, pelamar perlu mematuhi
norma-norma tertentu dan menunjukan kecenderungan gaya. Gaya tersebut meliputi
kepercayaan-diri, keceriaan, ketegasan dan kemandirian.
Untuk menekankan betapa
penting peluang bagi kehidupan seorang pegawai, kami akan membahas lima
kategori prilaku (Kanter, 1976; Wheatley, 1981) yang di pengaruhi oleh peluang
dalam organisasi—secara positif bila peluang ada dan secara negatif bila
peluang tidak ada.
a.
Penghargaan-diri (self-esteem). Setiap
pegawai rentan terhadap perubahan dalam penghargaan-diri melalui citra yang ia
peroleh dari tanggapan orang lain. Mereka yang menerima citra positif mengenai
kemampuan mereka melalui komentar dan ganjaran akan menilai diri mereka sendiri
lebih tinggi.
b.
Aspirasi. Peluang juga mempengaruhi
aspirasi seseorang pegawai atau prestasi yang diinginkan.bila organisasi
mendorong dan memberi ganjaran atas tindakan yang mendukung tujuan tertentu,
pegawai cenderung mengembangkan aspirasi untuk mencapai tujuan tersebut.
c.
Komitmen. Peluang juga mempengaruhi
sejauh mana komitmen pegawai terhadap organisasi. Mereka yang mengalami
pertumbuhan pribadi dan penghargaan cenderung menaruh perasaan positif kepada
organisasi.
d.
Energi. Pegawai yang peluangnya
terhalang cenderung berpaling kepada rekan kerja dan sahabat untuk memperoleh
kenyamanan dan penghargaan. Pegawai yang melihat peluang yang tinggi merespon
penghargaan atas nilai mereka dengan lebih memperhatikan tugas dan lebih
sedikit mencurahkan waktu untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan
penyelesaian pekerjaan.
e.
Pemecahan masalah. Pegawai yang punya
peluang tinggi cenderung proaktif dalam menangani masalah dalam pekerjaan
mereka dalam organisasi.
Kinerja
Kegiatan yang paling
lazim dinilai dalam suatu organisasi adalah kinerja pegawai, yakni bagaimana ia
melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang berhubungan
dengan suatu pekerjaan, jabatan, dan peranan dalam organisasi. Dua jenis
perilaku atau tugas pekerjaan mencakupunsur-unsur penting kinerja pekerjaan:
tugas fungsional dan tugas perilaku. Tugas fungsional berkaitan dengan seberapa
baik seorang pegawai menyelesaikan seluk beluk pekerjaan, termasuk terutama
penyelesaian aspek-aspek teknis pekerjaan tersebut. Tugas perilaku berkaitan
dengan seberapa baik pegawai menangani kegiatan antarpersona dengan anggota
lain organisasi, termasuk mengatasi konflik, mengola waktu, memberdayakan orang
lain, bekerja dalam sebuah kelompok, dan bekerja secara mandiri.
Swanson dan Gradous
(1986) menjelaskan bahwa “dalam sistem, berapapun ukurannya, semua pekerjaan
saling berhubungan. Hasil dari seperangkat kinerja pekerjaan adalah masukan
bagi usaha kinerja lainnya”. Gilbert (1978) berpendapat sebaliknya, bahwa
kinerja pada dasarnya adalah produk waktu dan peluang. “peluang tanpa waktu
untuk mengejar peluang tersebut bukan apa-apa. Dan waktu, yang tidak kita
miliki yang tidak memberi peluang bahkan memiliki lebih sedikit nilai.
Dalam konteks vitalitas
kerja dalam suatu organisasi, pandangan Gilbart mengenai kerja sangat konsisten
dengan apa yang kita anggap penting untuk memberdayakan pekerja. Untuk bekerja
secara cakup, pekerja membuat prestasi yang bernilai bagi organisasi seraya
mengurangi biaya untuk mencapai tujuan. Gilbert menjelaskan bahwa banyak energi
atau pekerjaan, yang dirangkaikan dengan banyak pengetahuan dan diterapkan
dengan antusiasme yang tinggi, tanpa prestasi yang sebanding, menggambarkan
kinerja yang tidak layak, dan mencampur adukan “bajak (perilaku) dengan benih
(prestasi).
Iklim
Komunikasi Organisasi
Iklim
Organisasi
Istilah “iklim” disini
merupakan kiasan (metafora). Frase “iklim komunikasi organisasi”menggambarkan
suatu kiasan bagi iklim fisik. Iklim fisik terdiri dari kondisi-kondisi cuaca
umum mengenai suatu wilayah. Iklim komunikasi dipihak lain, merupakan gabungan
dari persepsi-persepsi mengenai suatu peristiwa komunikasi, perilaku manusia,
respon pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik
antarpersona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim
komunikasi berbedan dengan iklim organisasi dalam arti iklimkomunikasi meliputi
persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan
yang terjadi dalam organisasi.
Redding (1972)
menyatakan bahwa “iklim (komunikasi) organisasi jauh lebih penting dari pada
keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu
organisasi yang efektif. Iklim komunikasi penting karena mengaitkan konteks
organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota
organisasi dan membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi.
Poole (1985)
menjelaskan bahwa “secara keseluruhan, tampaknya iklim lebih merupakan sifat
budaya daripada merupakan suatu pengganti budaya. Sebagai suatu sistem
kepercayaan yang digeneralisasikan, iklim berperan dalam keutuhansuatu budaya
dan membimbing perkembangan budaya tersebut. Iklim komunikasi merupakan suatu
citra mikro, abstrak dan gabungan dari suatu fenomena global yang disebut
komunikasi organisasi. Kita mengasumsikan bahwa iklim berkembang dari interaksi
antara sifat-sifat suatu organisasi dan persepsi individu atau sifat-sifat itu.
iklim dipandang sebagai suatu kualitas pengalaman subjektif yang berasal dari
persepsi atas karakter-karakter yang relatif langgeng pada organisasi.
Iklim komunikasi
organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan
pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan
disepakati dikembangkan dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui
interaksi dengan anggota organisasi lainnya.
Unsur-unsur
Dasar Organisasi
Suatu iklim komunikasi
berkembang dalam konteks organisasi. Unsur-unsur dasar yang membentuk suatu
organisasi dapat diringkaskan menjadi lima kategori besar:
Anggota
Organisasi. Dipusat organisasi terdapat orang-orang yang
melaksanakan pekerjaan organisasi. Orang-orang yang membentuk organisasi
terlibat dalam beberapa kegiatan primer. Mereka terlibat dalam
kegiatan-kegiatan pemikiran yang meliputi konsep-konsep, penggunaan bahasa,
pemecahan masalah, dan pembentukan gagasan. Mereka terlibat dalam
kegiatan-kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek
perilaku manusia lainnya yang bukan aspek intelektual. Mereka terlibat dalam
kegiatan-kegiatan self moving yang mencakup kegiatan fisik yang besar maupun
terbatas. Terakhir, mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan elektrokimia, yang
mencangkup brain synaps (daerah kontak otak tempat impuls saraf ditransmisikan
hanya ke satu arah), kegiatan jantung, dan proses-proses metabolisme.
Pekerjaan
dalam organisasi
Pekerjaan yang
dilakukan anggota organisasi terdiri dari tugas-tugas formal dan informal.
Tugas-tugas ini menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi.
Pekerjaan ini ditandai tigadimensi universal: isi, keperluan, dan konteks.
Praktik-praktik
pengelolaan
Kegiatan seorang
manajer telah dijelaskan dalam berbagai cara. Pertama, telah dicapai beberapa
konsesnsus disekitar gagasan bahwa para manajer melaksanakan lima fungsi utama:
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian, pengarahan dan
pengendalian. Kedua, beberapa bukti menyatakan bahwa manajer melaksanakan
sekitar sepuluh peranan dasar yang terbagi menjadi tiga kelompok dasar: (1)
peranan antar persona (2) peranan yang berhubungan dengan informasi (3) peranan
yang memerlukan ketegasan.
Struktur
organisasi.
Struktur organisasi
merujuk pada hubungan-hubungan antara “tugas-tugas yang dilaksanakan oleh
anggota-anggota organisasi”. Dtruktur organisasi ditentukan oleh tiga variabel
kunci: kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi
kompleksitas,
formalisasi
dan
sentralisasi
Pedoman
organisasi
Pedoman organisasi
adalah serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan memberi
arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan tindakan. Pedoman
organisasi sendiri terdiri atas pernyataan-pernyataan seperti cita-cita, misi,
tujuan, strategi, prosedur dan aturan.
Pemahaman
Unsur-Unsur Organisasi
Unsur-unsur dari
organisasi (anggota, pekerjaan, praktik-praktik yang berhubungan dengan
pengelolaan, struktur dan pedoman) dipahami secara selektif untuk menciptakan
evaluasi dan reaksi yang menunjukan apakah yang dimaksud oleh setiap unsur
dasar tersebut dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan
anggota organisasi.
Iklim komunikasi
organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam organisasi untuk
menunjukan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai
mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong mereka
dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka;
menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi; mendengarkan
dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercaya dan
terus terang dari anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa
keterlibatan mereka penting bagi keputusan–keputusan dalam organisasi; dan
menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan.
No comments:
Post a Comment