Dakwah Secara
Lemah Lembut
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai
rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri mad’u yang
dipergunakan penda’i dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan
metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai mad’u. Dalam
pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode penyampaian yang dapat melakukan
pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani
(lahiriah dan batiniah), salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode
lemah lembut (kasih sayang).
Sebaik apapun tujuan penda’i, jika
tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat
tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai
tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan
cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab
itu pemilihan metode harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai
faktor terkait, sehingga penyampaian dapat
memuaskan.
Rasul SAW. sejak awal
sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode dakwah yang
tepat terhadap para sahabatnya. Strategi yang beliau lakukan sangat akurat
dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul SAW. sangat memperhatikan situasi,
kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer
dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap
orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun
spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan
syari’at-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Metode Lemah Lembut/Kasih Sayang.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ
بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ
الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ
الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ
بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي
الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ
تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ
فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ
مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا
كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا
يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ
وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Artinya:” Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn
Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj
as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn
Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama
Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang
mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian
memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang
mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai
salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak
pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya
daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya.
Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di
dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca
Alquran.” (Muslim, t.t, I: 381).
An-Nawâwi,
dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan perangai Rasulullah
saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum
mengetahui tata cara salat). Ini juga perintah agar pendidik berperilaku
sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21).
Pentingnya
metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan
pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut
yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan
pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
2. Beberapa Hadist Lain Terkait Dengan
Dakwah Secara Lemah Lembut.
Dari ‘Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ
وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي
عَلَى مَا سِوَاهُ
“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah
itu Maha Lembut, Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah memberikan pada sikap
lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras dan juga akan
memberikan apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya.” (HR. Al-Bukhari no. 6024 dan Muslim
no. 2165)
Dari ‘Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau telah bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا
يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya sifat lemah lembut itu
tidak berada pada sesuatu melainkan dia akan menghiasinya (dengan kebaikan).
Sebaliknya, tidaklah sifat itu dicabut dari sesuatu, melainkan dia akan
membuatnya menjadi buruk.”
(HR. Muslim no. 2594)
Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata:
قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ
النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ
وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Seorang ‘Arab badui berdiri dan
kencing di masjid. Maka para sahabat ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka, “Biarkanlah dia dan siramlah bekas
kencingnya dengan setimba air -atau dengan setimba besar air-. Sesungguhnya
kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberi
kesusahan.”
(HR. Al-Bukhari no. 323)
Sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias dengan
sifat yang sangat mulia tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat
yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dengannya pula merupakan sebab
seseorang dapat meraih berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang
yang tidak memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai
kebaikan dan keutamaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini
kepada ‘Aisyah-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang
Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits:
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
“Orang yang dijauhkan dari sifat
lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.” (HR.Muslim)
Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq
(lemah lembut) merupakan sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala,
dan juga dengannya akan bisa meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya
pula akan melahirkan sikap hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh
Allah subhanahu wa ta’ala di dalam berkata dan bertindak.
Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk bersama para shahabat
radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid. Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui
(kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan
serta merta, bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid, menghampirinya
seraya menghardiknya dengan ucapan yang keras. Namun Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk
membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah
selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan setimba
air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (HR. Al Bukhari)
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil
‘Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasehatinya dengan lemah lembut:
“Sesungguhnya masjid ini tidak
pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing) atau kotor. Hanya saja
masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan
membaca Al Qur’an.”
(HR. Muslim)
Melihat sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
demikian lembut dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati
‘Arab badui tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun
berdoa: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati
seorangpun bersama kami berdua.” Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tertawa dan berkata kepadanya:
“Kamu telah mempersempit sesuatu
yang luas (rahmat Allah).”
(HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
(Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa doa Arab badui
tersebut diucapkan sebelum ia buang air kecil. Wallahu a’lam)
Betapa hati manusia itu, pada asalnya, adalah cenderung
kepada sikap yang lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya cara
pengajaran dari tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang
yang belum mengerti. Dengan sikap hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, akhirnya melahirkan rasa simpati dan membuka mata hati Arab badui
tersebut dalam menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatannya tersebut
disikapi dengan kemarahan, yang akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan. Hal
ini bisa dilihat dari perkataannya: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan
janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.”
Selalu
memberikan kemudahan kepada orang lain dan tidak mau mempersulit urusan
merupakan ciri khas akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوا
مُعَسِّرِيْنَ
“Hanya saja kalian diperintah untuk
memudahkan dan bukan untuk mempersulit.” (HR.Al Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى
الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
“Sesungguhnya Allah adalah Maha
Lembut lagi mencintai kelembutan. Dia memberikan pada sifat kelembutan yang
tidak diberikan kepada sifat kekerasan, dan tidak pula diberikan kepada
sifat-sifat yang lainnya.” (HR.
Muslim)
Hadits
ini mengandung makna keutamaan sifat lemah lembut, anjuran untuk berakhlak
dengannya, serta tercelanya sifat kasar dan keras. Sesungguhnya sifat lemah
lembut merupakan sebab untuk meraih segala kebaikan.
Makna lafazh hadits, “Dia (Allah subhanahu wa ta’ala, pen)
memberikan sesuatu pada sifat lemah lembut yang tidak diberikan kepada sifat
kekerasan“, yakni bahwa dengan sifat lemah lembut tersebut, seseorang dapat
melakukan perkara-perkara yang tidak akan bisa dilakukan dengan sifat yang
menjadi lawannya yaitu sifat keras dan kasar. Ada yang mengatakan bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala akan memberikan pahala pada sifat lemah lembut, yang tidak
diberikan pada sifat yang lainnya.
Dengan sifat lemah lembut yang ada pada diri seseorang,
dapat menyelamatkannya dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يَحْرُمُ عَلَى النَّارِ أَوْ
بِمَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ عَلَى كُلِّ قَرِيبٍ هَيِّنٍ سَهْلٍ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian
tentang orang yang diharamkan dari neraka atau neraka diharamkan atasnya? Yaitu
atas setiap orang yang dekat (dengan manusia), lemah lembut, lagi memudahkan.” (HR. Tirmidzi)
Ar-Rifq merupakan sifat yang harus dimiliki oleh setiap
muslim, terkhusus seorang muslim
Termasuk diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh
seorang muslim yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah
bersikap lapang dada, menampakkan wajah yang ceria dan bersikap lemah lembut
kepada saudaranya sesama muslim.
Sifat tersebut akan mendorong untuk lebih mudah diterimanya
dakwah seseorang tatkala ia menyeru ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahkan
terhadap orang kafir tertentu, terkadang perlu untuk bersikap lemah lembut
dalam rangka melembutkan hati mereka untuk tertarik masuk ke dalam Islam. Telah
diketahui bahwasanya Islam adalah sebuah agama yang ringan dan mudah bagi
pemeluknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا
غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ
وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama (Islam) itu
mudah. Setiap orang yang berusaha mempersulitnya pasti akan kalah. Maka
bersikap luruslah, mendekatlah kepada kesempurnaan, dan berilah kabar gembira,
serta ambillah sebuah kesempatan pada pagi hari, petang serta sebagian dari
malam.” (HR. Al
Bukhari)
Islam juga memerintahkan kepada pemeluknya untuk bermuamalah
dengan sifat lemah lembut kepada sesama manusia, dan bahkan terhadap binatang
ternak sekalipun. Sebagaimana dalam hadits:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا
قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya
Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan untuk berbuat baik atas segala
sesuatu. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah
seorang dari kalian menajamkan pisaunya (ketika hendak menyembelih), dan
menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)
Ketika seorang mukmin telah berhias dengan kelemahlembutan,
maka akan membuahkan pada dirinya sikap kasih sayang kepada orang lain, dan
akan melahirkan pada diri orang lain sikap kecintaan dan keridhaan, serta
menumbuhkan sikap segan dari pihak lawan kepada dirinya. Sebaliknya, dengan
sikap keras, kaku dan kasar akan membuat lari dan menjauhnya manusia, dan
semakin mengobarkan api kebencian dari orang-orang yang menanam benih kebencian
kepada dirinya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyatakan:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ
يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya sifat lemah lembut
tidaklah berada pada sesuatu kecuali akan membuat indah sesuatu tersebut dan
tidaklah sifat lemah lembut dicabut dari sesuatu kecuali akan membuat sesuatu
tersebut menjadi buruk.”
(HR. Muslim)
Kesimpulannya adalah sepantasnya bagi seorang muslim untuk
menghiasi dirinya dengan sifat Ar-Rifq didalam memerintahkan kepada perkara
yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari yang mungkar.
Namun, yang perlu diperhatikan bahwa sifat Ar-Rifq tidaklah
menunjukkan kelemahan atau ketidaktegasan seseorang dalam berkata dan
bertindak. Bahkan dalam sifat Ar-Rifq sendiri, sebenarnya telah mengandung
sikap tegas dalam amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan kepada kebaikan dan
melarang dari kemungkaran). Dan tidaklah sikap tegas itu identik dengan sikap
keras atau kasar. Dalam keadaan tertentu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersikap tegas dan keras. Diantara contohnya:
1)
Celaan
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan memanjangkan sholat
tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang berma’mum. (HR. Al Bukhari)
2)
Sikap
keras beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang makan
menggunakan tangan kiri ketika diperintah untuk makan menggunakan tangan kanan.
(HR. Muslim)
3)
Perkataan
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celaka kamu” terhadap orang yang
berlambat-lambat melaksanakan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menaiki unta. (HR. Al Bukhari)
4)
Kerasnya
sikap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang (laki-laki) yang
memakai cincin emas, setelah ia tahu bahwa perkara itu adalah perkara yang
diharamkan. (HR. Muslim)
Dan
diantara pedoman dan kaidah syar’i yang harus dipegang teguh dalam menghadapi
kerasnya problem (fitnah) dalam kehidupan adalah hendaknya kita menghadapinya
dengan sifat Ar-Rifq (lemah lembut), At-Ta’anni (tidak tergesa-gesa), dan Al
Hilm (santun).
Maka hendaknya kita bersikap lemah lembut dan tenang/tidak
tergesa-gesa dalam segala urusan dan janganlah menjadi orang yang mudah marah.
Janganlah kita menjadi orang yang tidak mempunyai sifat ar-rifq, karena dengan
sifat ar-rifq selamanya tidaklah akan membuat seseorang itu menyesal, baik
dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Tidaklah sifat ar-rifq tersebut berada
dalam suatu perkara kecuali akan memperindahnya.
No comments:
Post a Comment