BAB 1
A. Latar
Belakang Masalah
Komunikasi
merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar seseorang dengan orang lain.
Dengan adanya komunikasi, maka terjadilah hubungan sosial karena bahwa manusia
itu adalah sebagai makhluk sosial, diantara satu dengan yang lainnya saling
membutuhkan, sehingga terjadinya interaksi timbal balik.
Dalam
hubungan seseorang dengan orang lain terjadi proses komunikasi diantaranya.
Tetapi ketika sedang melakukan komunikasi terkadang tidak memperhatikan etika-etika
komunikasi dengan baik. Hal ini yang terkadang orang salah menafsirkan isi dari
informasi yang diberikan atau pun yang didengarkannya. Cara yang paling mudah
menerapkan etika komunikasi dalam kehidupan
ialah, sebagai berikut :
1. Tata
krama pergaulan yang baik
2. Norma
kesusilaan dan budi pekerti
3. Norma
sopan santun dalam segala tindakan
Dalam
kehidupan ini penerapan etika
komunikasi dibutuhkan untuk semua bentuk kegiatan. Etika komunikasi yakni etika
komunikasi yang terjadi dan berlangsung dalam aspek kehidupan. Dengan terciptanya
etika komunikasi timbal balik yang baik antara satu dengan yang lain, akan menimbulkan kesan yang baik. Pada dasarnya
komunikasi dapat berlangsung secara lisan maupun tulisan. Secara lisan, dapat terjadi
secara langsung (tatap muka atau face to face) tanpa melalui
perantara. Setiap individu berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal
yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu atau apa yang seharusnya dijalankan
individu, dan apa tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Rumusan
Masalah
1. Jelaskan
pengertian komunikasi!
2. Jelaskan
pengertian etika!
3. Apa
saja aliran-aliran etika?
4. Seperti
apa etika dalam berkomunikasi?
C. Tujuan
Bagi Pembaca:
1. Menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
2. Pembaca
dapat mengetahui lebih mendalam mengenai Etika Komunikasi.
Bagi Penulis:
1. Penulis
menjadi lebih mengetahui secara mendalam mengenai Etika Komunikasi.
2. Sebagai
acuan dalam membuat makalah selanjutnya.
D. Manfaat
Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap semua pihak
dalam mempelajari tentang Etika Komunikasi. Selain itu dapat menambah wawasan
kita semua mengenai berkomunikasi dengan baik yang selalu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB
II
A. Pengertian
Komunikasi
Meskipun
komunikasi merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari,
namun tidaklah mudah memberikan definisi yang dapat diterima semua pihak.
Sebagaimana layaknya ilmu sosial lainnya, komunikasi mempunyai banyak definisi
sesuai dengan persepsi ahli-ahli komunikasi yang memberikan batasan pengertian.
Beberapa contoh definisi komunikasi menurut beberapa tokoh antara lain:
1. Wilbur
Schramm (1955)
Komunikasi
merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan, pengirim
dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan
dan simbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta ditafsirkan oleh
penerima.
2. Theodore
Herbert (1981)
Komunikasi
ialah proses yang didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan
khusus.
3. Edward
Depari (1990)
Komunikasi
adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui
lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan
kepada penerima pesan.
Dari
beberapa pengertian komunikasi menurut beberapa tokok diatas, dapat kita
kemukakan pengertian yang sederhana, bahwa komunikasi ialah suatu proses
pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari seseorang
komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu.
Agar
komunikasi dapat berjalan secara efektif, maka komponen-komponen komunikasi
adalah sebagai berikut:
1. Komunikator
atau Pengirim Pesan
Komunikator
ialah individu atau orang yang mengirim pesan. Seorang komunikator menciptakan
pesan, untuk selanjutnya mengirimkannya dengan saluran tertentu kepada orang
atau pihak lain.
2. Pesan
atau Informasi
Pesan
adalah informasi yang diciptakan komunikator dan akan dikirimkan kepada
komunikan. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun non-verbal. Pesan verbal
ialah pesan yang berbentuk ungkapan kata/kalimat baik lisan maupun tulisan.
Pesan non-verbal ialah pesan isyarat, baik berupa isyarat gerakan badan,
ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya.
3. Media
atau Saluran
Media
ialah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari seorang
komunikator kepada komunikan. Ada berbagai macam media, meliputi media cetak,
audio, audio visual.
4. Komunikan
atau Penerima
Komunikan
adalah pihak penerima pesan. Selain menerima pesan, komunikan juga bertugas untuk
menganalisis dan menafsirkan sehingga dapat memahami makna pesan tersebut.
5. Umpan
Balik atau Feedback.
Umpan
balik atau feedback disebut pula respon, dikarenakan komponen ini merupakan
respon atau tanggapan dari seorang komunikan setelah mendapatkan pesan dari
komunikator.
6. Gangguan
atau Noise
Gangguan
komunikasi sering kali terjadi, baik gangguan yang bersifat teknis maupun
semantis. Gangguan teknis bisa saja terjadi karena saluran tidak berfungsi
secara baik. Sementara itu gangguan semantis bermula dari perbedaan dalam
pemaknaan arti lambang atau simbol dari seorang komunikator dengan komunikan.
Fungsi komunikasi
antara lain:
1. Membangun
Konsep Diri (Establishing Self-Concept)
2. Eksistensi
Diri (Self Existence)
3. Kelangsungan
Hidup (Live Continuity)
4. Memperoleh
Kebahagiaan (Obtaining Happiness)
5. Terhindar
dari Tekanan dan Ketegangan (Free From Pressure and Stress)
B. Pengertian
Etika
Dalam
pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional diperlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan
lain-lain.
Maksud
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka
etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “ethos” yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah
laku manusia yang baik.
Selain itu dari segi
etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin ethicus yang
berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan
kebiasaan masyarakat. Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau
ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai
baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika juga disebut ilmu normatif, maka
dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk menilai tingkah laku apakah baik atau buruk, seperti yang dirumuskan oleh
beberapa ahli berikut ini :
a. Drs.
O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
b. Drs.
Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
c. Drs.
H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika
dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi
manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu
kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan
yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika
yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku
manusia :
1. Etika
deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara
kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan
fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang
mau diambil.
2. Etika
normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai
dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat
dibagi menjadi :
1. Etika
umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan
prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak
serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum
dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian
umum dan teori-teori.
2. Etika
khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan
dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis, cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan teori serta prinsip moral dasar
yang ada dibaliknya. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika
individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika
sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia.
Perlu
diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika
sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap
pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat
manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan
demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau
terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling
aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap
terhadap sesama
2. Etika
keluarga
3. Etika
profesi
4. Etika
politik
5. Etika
lingkungan
6. Etika
idiologi
Sistem Penilaian Etika
:
1. Titik
berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau
jahat, susila atau tidak susila
2. Perbuatan
atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah
daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam
jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu
budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa
angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan
nyata.
3. Burhanuddin
Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat
:
a. Tingkat
pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam
hati, niat.
b. Tingkat
kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c. Tingkat
ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
C. Aliran
Etika
Suatu
ukuran baik dan buruk sifatnya individual yakni akan dilihat dari orang yang
menilainya, karena baik dan buruk itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga ia
tidak berlaku secara universal. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk dapat
dilihat dari beberapa aliran-aliran dari berbagai sudut pandang, antara lain:
1. Adat
Kebiasaan
Ukuran baik atau buruk
menurut adat kebiasaan yakni tergantung kepada kesetiaan dan ketaatan seseorang
(loyal) terhadap ketentuan adat istiadat. Namun demikian, ukuran menurut adat
ini tidak dapat digunakan sepenuhnya karena ketentuan-ketentuan dari Hukum Adat
yang berasal dari adat istiadat banyak yang irasional (tidak dapat diterima
oleh akal sehat).
2. Kebahagiaan
(Hedonisme)
Yang menjadi ukuran baik
atau buruk menurut paham ini yaitu apakah suatu perbuatan tersebut melahirkan
kebahagiaan dan kenikmatan / kelezatan. Dalam paham ini terbagi lagi
menjadi:
a. Aliran
hedonisme individualistis
Maksud dari aliran ini
yaitu suatu kebahagiaan yang bersifat individualistis (egoistik hedonism), jika
suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya.
b. Kebahagiaan
rasional (Rasionalistik Hedonism)
Aliran ini berpendapat,
bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan
akal sehat.
c. Kebahagiaan
Universal (Universalistic Hedonism)
Lain halnya dengan
aliran ini, yang menjadi tolak ukur apakah suatu perbuatan baik atau buruk
dapat melihat kepada suatu akibat perbuatan tersebut apakah melahirkan
kesenangan atau kebahagiaan terhadap seluruh makhluk (bukan untuk diri
sendiri/pribadi).
3. Bisikan
Hati (Instuisi)
Aliran ini merupakan
bantahan terhadap aliran hedonisme, yakni menilai suatu perbuatan baik atau
buruk adalah dengan kekuatan batin tanpa melihat terlebih dahulu akibat yang
ditimbulkan dari perbuatan itu, akan tetapi tujuannya kepada kebaikan budi
pekerti.
4. Evolusi
Paham ini berpendapat
bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu (secara berangsur-angsur)
mengalami perubahan yakni berkembang menuju ke arah kesempurnaan. Adapun
seorang Filsuf Herbert Spencer (1820-1903) mengemukakan bahwa perbuatan
akhlak itu tumbuh secara sederhana kemudian dengan berlakunya (evolusi) akan
menuju ke arah cita-cita , dan cita-cita inilah yang dianggap sebagai tujuan.
Yang menjadi tujuan dari cita-cita manusia adalah kebahagiaan dan kesenangan,
sehingga suatu kesenangan atau kebahagiaan itu akan selalu berkembang sesuai
dengan situasi dan kondisi sosial.
5. Paham
eudaemonisme
Kata eudaemonisme di ambil dari istilah Gerika, yaitu
“eudaemonia” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “kebahagiaan,
untuk bahagia”. Prinsip pokok paham ini adalah kebahagiaan
bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk
mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yakni:
a. Kesehatan,
kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan
b. Kemauan
c. Perbuatan
baik
d. Pengetahuan
batiniah
6. Aliran
Vitalisme
Aliran ini merupakan
bantahan terhadap aliran Naturalism, sebab menurut penganut paham ini ukuran
baik atau buruk itu bukanlah alamtetapi “vitae” yakni
yang sangat diperlukan untuk hidup. Tokoh terpenting dari aliran ini
yaitu F. Niettsche, dia banyak sekali memberi pengaruh terhadap tokoh
revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya ia menjadi seorang ateis dan
mati dalam keadaan gila, diamemproklamirkan
gagasan “God is dead”, Tuhan telah mati, Tuhan
itu tidak ada lagi, maka jauhkanlah diri (putuskan hubungan dengan
Tuhan). Aliran vitalisme ini dikelompokkan menjadi:
a. Vitalisme
Pessimistis (Negatif Vitalistis). Disebut pesimis karena manusia yang
dilahirkan adalah celaka, maksudnya karena ia telah dilahirkan dan hidup,
sedangkan lahir dan hidupnya manusia itu tiada guna. Terdapat ungkapan yakni “homohomini lupus”, artinya manusia yang
satu adalah segala bagi manusia yang lainnya.
b. Vitalisme
Optimisme. Menurut aliran ini, hidup atau kehidupan adalah berarti pengorbanan
diri karena itu hidup yang sejati adalah kesediaan dan kerelaan
untuk melibatkan diri dalam setiap kesusahan, yang paling baik adalah
segala sesuatu yang menempa kemauan manusia untuk berkuasa. Oleh karena itu,
perang adalah halal, sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan
memegang kekuasaan.
7. Aliran
Pragmatisme
Aliran ini
menitikberatkan pada hal yang berguna dari diri sendiri,baik yang bersifat
moril maupun materil. Serta menitikberatkan padapengalaman, oleh karena itu
penganut ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu bersifat
abstrak dan tidak diperoleh dalam dunia empiris.
8. Aliran
Gessingnungsethik
Aliran ini diprakarsai
oleh Albert Schweitzer. Yang terpenting menurut ajaran ini adalah “penghormatan akan kehidupan”, yaitu
sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran
kebaikannya yakni pemeliharaan akan kehidupan, dan yang buruk yakni setiap
usaha yang berakibat binasa dan menghalang-halangi hidup.
9. Aliran
Idealisme
Istilah tersebut
berasal dari bahasa Gerika (Yunani), yaitu dari kata “idea” yang secara etimologis berarti:
akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat
juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Aliran
ini berpendapat bahwa segala yang ada hanyalah tiada, sebab yang ada itu hanya
gambaran dari alam pikiran (bersifat tiruan), sebaik apa pun suatu tiruan
tentunya tidak akan seindah aslinya (ide). Dengan demikian, yang baik itu hanya
apa yang ada di dalam ide itu sendiri. Selain
itu, aliran etika lainnya diuraikan oleh John C. Merill (1975:79-88) yang dapat
digunakan sebagai standar
menilai tindakan etis, antara lain deontologis, teleologis, egoisme,
dan utilitarisme. Aliran deontologis (deon
= yang harus/wajib, Yunani) melakukan penilaian atas tindakan dengan melihat
tindakan itu sendiri. Artinya, suatu tindakan secara hakiki mengandung nilai
sendiri apakah baik atau buruk. Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis
tindakan itu sendiri. Ada tindakan/perilaku yang langsung dikategorikan baik,
tetapi juga ada perilaku yang langsung dinilai buruk.
Ukuran etis yang
berbeda, dikemukakan oleh aliran teleologis(telos berarti tujuan).
Aliran ini melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri, tetapi dilihat
atas tindakan itu. Jika tujuannya baik dalam arti sesuai dengan norma moral,
maka tindakan itu digolongkan sebagai tindakan etis. Jadi apabila suatu
tindakan betujuan jelek, akan dikategorikan tidak etis.
Etika egoisme menetapkan
norma moral pada akibat yag diperoleh oleh pelakunya sendiri. Artinya tindakan
dikategorikan etis dan baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri sendiri.
Etika utilitarisme (utilitis
= berguna) adalah kebalikan dari pahamegoisme, yaitu yang memandang
suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Dengan demikian,
tindakan itu tidak diukur dari kepentingan subyektif individu, melainkan secara
obyektif pada masyarakat umum. Semakin universal akibat baik dari tindakan itu,
maka dipandang semakin etis.
D. Etika
Komunikasi
Etika
komunikasi merupakan suatu rangkuman istilah yang mempunyai pengertian
tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku yang baik dalam
kegiatan komunikasi dalam kegiatan komunikasi di suatu kelompok masyarakat. Pada dasarnya
komunikasi dapat berlangsung secara lisan maupun tertulis. Secara lisan dapat
terjadi secara langsung (tatap muka), maupun dengan menggunakan media telepon.
Secara tertulis misalnya dengan mempergunakan surat. Baik komunikasi langsung
maupun tidak langsung, norma etika perlu diperhatikan.
Untuk menjaga agar
proses komunikasi tersebut berjalan baik, agar tidak menimbulkan dampak
negatif, maka diperlukan etika berkomunikasi. Cara paling mudah menerapkan
etika komunikasi, sebagai berikut
ini:
1. Tata
krama pergaulan yang baik
2. Norma
kesusilaan dan budi pekerti
3. Norma
sopan santun dalam segala tindakan
Apabila etika dan tata
krama berlaku di mana saja dan kapan saja, maka dalam ruang lingkup ini
komunikasi dengan orang lain dalam pergaulan masyarakat maupun dalam kehidupan organisasi merupakan arena yang
benar-benar menuntut jatah diterapkannya etika. Karena itu ada orang yang
mengatakan bahwa antara etika dan komunikasi dalam pergaulan merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Dimanapun orang berkomunikasi, selalu memerlukan
pertimbangan etis, agar lawan bicara dapat menerima dengan baik. Berkomunikasi
tidak selamanya mudah, apalagi jika kita tidak mengetahui jati diri mereka yang
kita hadapi, tentu kita akan menebak-nebak dan merancang persiapan komunikasi
yang sesui dengan tuntutan etis kedua belah pihak. Ketika kita paham tentang
karakter orang yang kita hadapi kita akan lebih mudah berusaha menampilkan diri
sebaik-baiknya dalam berkomunikasi.
Hak untuk berkomunikasi
di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Jika hak itu tidak dijamin
akan memberi kebebasan berpikir sehingga tidak mungkin bisa ada otonomi
manusia. Hak untuk berkomunikasi di ruang publik ini tidak bisa dilepaskan dari
otonomi demokrasi yang didasarkan pada kebebasan untuk berekspresi (B. Libois,
2002:19). Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya merupakan bagian dari
upaya untuk menjamin otonomi demokrasi tersebut.
Etika komunikasi selalu
dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan berekspresi dan
tanggung jawab terhadap pelayanan publik. Etika komunikasi memiliki tiga
dimensi yang terikat satu dengan yang lain, yaitu:
1. Aksi
komunikasi
Aksi komunikasi yaitu
dimensi yang langsung terikat dengan perilaku aktor komunikasi (wartawan,
editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi). Perilaku aktor komunikasi
hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi
komunikasi. Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik ini diungkapkan dalam
etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi.
2. Sarana
Dalam masalah
komunikasi, keterbukaan akses juga ditentukan oleh hubungan kekuasaan.
Penggunaan kekuasaan dalam komunikasi tergantung pada penerapan fasilitas baik
ekonomi, budaya, politik, atau teknologi (bdk. A. Giddens, 1993:129). Semakin
banyak fasilitas yang dimilki semakin besar akses informasi, semakin mampu
mendominasi dan mempengaruhi perilaku pihak lain atau publik.
3. Tujuan
Dimensi tujuan
menyangkut nilai demokrasi, terutama kebebasan untuk berekspresi, kebebasan
pes, dan juga hak akan informasi yang benar. Dalam negara demokratis, para
aktor komunikasi, peneliti, asosiasi warga negara, dan politis harus mempunyai
komitmen terhadap nilai kebebasan tersebut.
BAB
III
A. Kesimpulan
Komunikasi ialah suatu
proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari seseorang
komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu. Komunikasi mempunyai
komponen-komponen agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu:
1. Komunikator
atau pengirim pesan
2. Pesan
atau informasi
3. Media
atau saluran
4. Komunikan
atau penerima pesan
5. Umpan
balik atau feedback
6. Gangguan
Etika menurut para ahli
adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya
dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Pengertian lain tentang
etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah
laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika
dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika pada akhirnya
membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita
lakukan dan yang perlu
kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau
sisi kehidupan kita. Aliran
etika menurut John C. Merill (1975: 79-88) antara lain deontologis, teleologis, egoisme,
dan utilitarisme. Deontologis artinya suatu
tindakan secara hakiki mengandung nilai sendiri apakah baik atau buruk.
Aliran teleologis melihat nilai etis bukan pada tindakan itu
sendiri, tetapi dilihat atas tindakan itu. Aliran egoisme artinya
tindakan dikategorikan etis dan baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri
sendiri. Aliran utilitarisme yaitu yang memandang suatu
tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak.
Artikel Etika Komunikasi
No comments:
Post a Comment