KELEMAHAN SAINS MODERN


Kelemahan Sains Modern
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pada era globalisasi ini banyak muncul perkembangan sains modern. Banyak penemu-penemu menemukan penemuan baru yang berhubungan dengan sains. Sains modern mulai berkembang seiring dengan tingkat teknologi yang maju dan tingkat ilmu pengetahuan setiap orang yang berusaha menggali dan menemukan sebuah penemuan baru.
Para peneliti umumnya menggunakan akal pikiran dan rasio mereka dalam menemukan sesuatu yang baru, bahkan memisahkan hukum empiris dengan hukum normative sehingga menyebabkan sains modern disebut value free (bebas nilai). Mereka melakukan penelitian, pengkajian, dan  pembuktian yang valid, serta usaha-usaha keras lainnya dalam mencetuskan sebuah penemuan baru. Usaha mereka memang tidak bisa diremehkan sehingga membuat mereka beserta karya penemuannya diterima dan diakui seluruh dunia.
Tetapi setelah ditelusur ternyata penemuan-penemuan yang ditemukan peneliti ataupun penemu di dunia ini ternyata sudah tertulis dengan jelas dalam Alquran. Ayat-ayat alquran yang ada semenjak 1400 tahun lalu sudah menerangkan semua informasi yang menjelaskan sains modern yang baru-baru ini diungkapkan oleh penemu-penemu atau saintik.
Alquran ternyata bukan hanya sebagai sumber hukum islam di kehidupan sehari-hari, atau sumber hukum beribadah kepada Allah, tetapi juga sebagai sumber ilmu, termasuk di dalamnya sains modern.
Dengan melatar belakangi masalah-masalah tersebut, penulis berupaya untuk memberikan pengetahuan dan memaparkan bahwa sebenarnya Alquran merupakan sumber sains modern.  Dengan demikian diharapkan pembaca akan terdorong untuk mengkaji isi Alquran untuk mencocokan penemuan yang sudah ada ataupun menemukan penemuan baru yang sejalan Alquran.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Sains modern
1.      Perkembangan sain modern
Perkembangan sains sejak abad ke-18 relatif berlangsung dengan cepat yang ditandai oleh penemuan-penemuan serta teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli ilmuan dalam berbagai bidang ilmu yang dilandasai oleh eksperimen yang mereka yakini kebenarannya disamping itu perkembangan sains tersebut juga ditandai oleh makin banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan baru yang merupakan produk hasil-hasil penemuan yang makin mendalam. Untuk mewadahi berbagai macam sains yang mengalami perkembangan dengan cepat tersebut digunakan istilah sains modern. Oleh karena banyaknya cabang ilmu pngetahuan yang berkembang dari abad ke abad, tentu tidak akan mungkin menguraikan atau membahas perkembangannya satu per satu. Pada abad ke-20 berbagai penemuan dalam bidang teknologi sempat mengubah peri kehidupan masyarakat dengan adanya berbagai produk teknologi yang makin canggih. Produk teknologi yang demikian ini sangat mendukung perkembangan sains selanjutnya. Salah satunya ialah Tycho Brahe yang menekuni bidang astronomi dengan membuat alat-alat untuk melihat benda-benda angkasa.
Mesti dipahami bahwa sains modern lahir dari semacam pemberontakan (revolusi ilmiah) terhadap dogma-dogma sebelumnya. Hal ini berawal dari ketidakpuasan terhadap metafisika tradisional yang dianggap tidak dapat menjawab berbagai kebutuhan dan tuntutan hidup manusia. Oleh karenanya, reaksi yang muncul dalam gerakan sains modern adalah kecenderungan untuk meninggalkan metafisika, dan beralih kepada pendewasaan rasio. Yang kemudian melahirkan filsafat dan sains modern. Seiring dengan terlemparnya metafisika dari ranah pengetahuan, telah membuat kendali rasio berkuasa mutlak. Karena rasio tersebut menolak berbagai kenyataan metafisik, maka terjadilah reduksi realitas dalam lapangan sains modern. Realitas yang diakui hanya satu macam, yaitu realitas empiris. Sains modern, seperti yang kita kenal saat ini, dapat berkembang berkat adanya kemampuan eksperimentasi. Eksperimentasi adalah percobaan ilmiah untuk mengungkap fenomena alam semesta dengan metode tertentu. Fenomena ini dapat dijadikan sebagai alat untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih umum tentang mekanisme kerja alam semesta.
2.      Landasan sains modern
Sains modern terbentuk atas landasan nilai-nilai barat. Untuk memahami bagaimana nilai-nilai barat itu, maka perlu terlebih dahulu dipahami dasar-dasar filosofi yang mendasari sain modern itu. Yaitu

1)      Filsafat alam,
2)      Idealisme,
3)      Rasionalisme,
4)      Realism
5)      Empirisme
6)      Materialism
7)      naturalisme
8)      Vitalisme
9)      Humanism
10)  Pragmatism
11)  Positivism dan Neopositivisme
12)  Eksistensialisme
13)  Konstruksionism


Bebagai aliran filsafat barat itu telah memberi warna atau ciri kepada masyarakat barat, yang pada umumnya adalah sebagai berikut:
1)      Materialisti        :           mementingkan materi, kehidupan duniawi,
2)      Rasionalistis      :           mendewakan akal atau pikiran,
3)      Individualistis    :           memberi tekanan kepada manusia individual
4)      Pragmatis         :           mementingkan keguaan, kepraktisan
5)      Sekuleristis       :           memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat
Pentingnya peranan akal atau pikiran manusia sangat menonjol sejak abad ke-16 yaitu ketika terjadinya revolusi besr dalam pemikiran (renaissance), sehingga abad tersebut dikenal dengan abad pemikiran (pencerahan). Menurut Beerling (dalam bukunya filsafat dewasa ini, 1956) ciri-ciri umum abad pencerahan adalah:
1)      Penduniawi daripada ajaran (meteralisme, realisme)
2)      Keyakinan pada pemikiran (rasionalisme, idealisme)
3)      Faham sebaguna (pragmatism, utilitarisme)
4)      Optimism, percaya diri (positivism, rasionalisme, empirisme).

3.      Pandangan Ilmu Filsafat Terhadap Sains modern
Filsafat Ilmu Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
a.       Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antar objek dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
b.      Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri/ apa kreterianya? Cara/teknik/ sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang berupa ilmu?
c.       Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaiadah moral moral. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik procedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral/professional?
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok pertanyaan yang pertama disebut landasan ontologis: kelompok yang kedua adalah epistemologis: dan kelompok ketiga adalah aksiologis.
B.     Ciri-ciri sain modern
Menurut ziauddin sardar (198995-97) sains modern mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Percaya pada rasionalitas
2)      Sains untuk sains
3)      Metode ilmiah adalah satu-satunya metode untuk mengetahui realitas
4)      Tidak memihak, artinya sebagaimana semestinya
5)      Mementingkan objektivitas, artinya tidak ada bias, hanya tergantung pada bukti-bukti yang ada
6)      Netralitas emosional sebagai prasarat kunci mencapai rasionalitas.
7)      Reduksionisme, artinya fenomena di direkduksi, dan cara itu dominan untuk kemajuan sains
8)      Fragmantasi, artinya karena rumitnya aktivitas sains, maka sains harus dibagikan dalam disiplin dan sub-disiplin.
9)      Universalisme
10)  Individualism
11)  Netralitas, artinya sain tidak netral apakah ia baik atau tidak
12)  Kebebasan absolut
13)  Menghalalkan cara, artinya demi sain berbagai cara perlu dilakukan
Filsafat sains barat (modern) itu dan struktur ilmu pengetahuan yang dibangunnya, ciri utama tercermin pada pengagungan terhadap rasionalisme, empirisme, obyektivisme, dan netralitas nilai etik. Wahyu menjadi sesuatu yang dipandang absurd, sains modern memisahkan antara lapangan berpikiran empirik dengan lapangan berpikir normative, sains modern hanya mampu menjelaskan sebab-sebab fisis yang terdapat dalam alam empiris.
Alam materi sebenarnya juga mengandung hokum-hukum normative, yang dikenal sebagai dimensi spiritual dari alam. Al-Qur’an dalam surat ke-3 ayat 83, surat ke-17 ayat 44 dan surat ke-22 ayat 18 menerangkan hal itu. Pemisahan hukum empiris dengan hokum normative telah menyebabkan sains modern disebut bebas nilai (value free).
C.     Adakah Sains Bebas Nilai (value free)?
Sejarah yang benar ialah ilmu. Sejarah perlu diambil iktibar. Merenungi sejarah silam bukanlah bererti mundur ke belakang tetapi sejarah memberikan lompatan kuantum yang sangat berkesan untuk meneruskan perjalanan. Sejarah ibarat momentum seperti pelompat jauh undur ke belakang mengambil lajak untuk melompat dengan penuh kesungguhan ke hadapan.
Pemikiran sains bertukar tangan daripada Yunani kepada Islam, Islam kepada Eropah, dan kini sains lebih bersifat sejagat, bebas budaya, dan bebas nilai. Namun sebelum zaman postifisme yang menafikan seluruh sistem nilai dalam pemikiran sains, kita perhatikan setiap tamadun berkembang di atas paksi dan paradigma tersendiri. Sains tamadun Islam berkembang di atas paksi Tauhid. Paksi ini telah lebur dalam perjalanan pemikirannya ke Eropah lalu terhasillah sains moden yang bebas budaya, bebas metafizik.
Isu mutakhir yang menarik dalam pemikiran sains lewat kurun ke-20 tentang sains Islam ialah persoalan pengislaman sains. Tokoh utama yang membahaskan persoalan ini termasuklah Ismail Faruqi1, Syed Hosein Nasrc2, Syed Naguib al-Attas3, Ziauddin Sardar4, Osman Bakar5 dan angkatannya. Di samping itu, terdapat kecenderungan saintis Barat untuk mengkaji al-Qur’an dalam perspektif sains. Di antara saintis Barat yang begitu berminat dengan sains al-Qur’an termasuklah Maurice Bucaille, Keith Moore, Garry Miller6 dan lain-lain.
Maurice Bucaile telah memeranjatkan saintis Eropah apabila beliau menulis bukunya dalam bahasa Perancis La Bible, le Coran et la Science yang diterjemah oleh beliau bersama Alastair Pannell ke bahasa Inggris dengan tajuk The Bible, The Qur’an and Science. Beliau membandingkan fakta saintifik yang terdapat dalam al-Qur’an dan Bible. Beliau meneliti fakta saintifik yang sangat jitu dan tepat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan kosmologi, astronomi, zoologi, botani, geologi, dan embriologi. Sebahagian fakta saintifik tersebut hanya ditemukan dalam penyelidikan sains kurun ke-19 dan 20 sedangkan al-Qur’an diturunkan kepada rasul terakhir dalam rangkaian nabi, pada awal kurun ke-7.
Maurice Bucaille (lahir 1930) pakar bedah yang pernah menjawat ketua Klinik Pembedahan, Fakulti Perubatan Universiti Paris, mengajak saintis agar mengkaji al-Qur’an kerana kitab suci itu adalah sumber sains. Menurutnya:
“The Qur’an, most definitely did not contain a single proposition at variance with the most firmly established modern knowledge and that a large number of facts are mentioned in the Qur’an which were not discovered until modern times”.7
Bucaile membentangkan hasil penemuan beliau tentang embryologi yang terdapat dalam al-Qur’an dalam persidangan Akademi sains Perubatan Perancis 1976.
Keith More, professor Emeritus Jabatan Anatomi dan Biologi Sel, Universiti Toronto turut takjub dengan peringkat perkembangan embriologi yang diterangkan sangat terperinci dalam al-Qur’an. Beliau ialah penulis karya Clinical Oriented Anatomy dan The Developing Human, teks piawai dalam perubatan. Buku The Developing Human mempunyai gambar anatomi dan sistem pembiakan manusia yang terperinci dan digunakan di Kanada dan Amerika sebagai teks embriologi. Setelah mengkaji al-Qur’an, beliau menemui banyak lagi penemuan baru yang belum terdapat dalam karya tersebut lalu dalam edisi ke-5 karya tersebut beliau memasukkan fakta sains al-Qur’an beserta dengan ayat al-Qur’an sekali. Barangkali inilah teks sains moden yang pertama dipersembahkan dengan ayat al-Qur’an yang digunakan sebagai teks akademik.
Sebagai rakyat Kanada, Moore tidak mempunyai pengatahuan tentang kitab suci Muslim sehingga beliau mengkaji bidang embriologi. Menurut Moore:
“Although I was aware of the glorious history of Muslim scientists in the 10th Century AD, and some of their contributions to medicine, I know nothing about facts and beliefs contained in the Qur’an and Sunnah. It has been a great pleasure for me to help clarify statements in the Qur’an about human development. It is clear to me that these statements must have come to Muhammad from God, because most of this knowledge was not discovered until many centuries later. This proves to me that Muhammad must have been a messenger of God”.8
Angkatan pengislaman sains yang dikemukakan oleh Sayyed Hossein Nasr dan kumpulannya bertujuan melihat sains sebagai satu disiplin yang berakar umbi dalam tamadun Islam yang mempunyai latar belakang sejarah, falsafah dan pemikiran. Walaupun ada kritikan yang dilakukan terhadap pengislaman sains oleh penulis seperti Sardar, Abdus Salam,9 dan Hoodbhoy yang menganggap bahawa sains adalah neutral kerana dipengaruhi pemikiran positifisme Barat, tetapi golongan ini tidak mendapat tempat dalam aliran perdana.
Apakah rasional pengislaman sains? Sejarah perkembangan sains telah merakamkan dengan jelas bahawa sains dipengaruhi paradigma. Sains yang berkembang dalam tamadun Islam, berkembang di atas paradigma Tauhid. Matlamatnya untuk melahirkan saintis bertakwa. Sains Islam berbeza daripada sains Yunani sebab Yunani membina sains di atas falsafah metafizik mereka. Ayat al-Qur’an dan hadith telah menjadi pendorong kajian sains tamadun Islam. Kajian dilakukan dengan nama Tuhan. Aktiviti sains adalah ibadat. Kelahiran optik ada hubungannya dengan ayat al-Qur’an tentang cahaya. Aljabar diasas berkaitan dengan ayat fara’id.10 Trigonometri lahir kerana hubungan dengan ibadat haji, puasa dan solat. Geologi dan arkeologi dikaji kerana ada hubungan dengan kajian tentang sejarah Fir’aun, Zul-Qarnain11 dan Ashab al-Kahfi.12 Kartografi atlas di atas glob digunakan dalam pelayaran dan pengiraan arah kiblat. Kesemua ilmu tersebut terasas dalam tamadun Islam berkait rapat dengan al-Qur’an.
Apabila sains Islam berkembang ke Eropah, mereka tidak menerima sepenuhnya sains Muslim. Kumpulan skolastikisme gereja menapis kandungan aljabar Islam. Mereka membuang unsur faraid dan mengambil persamaan kuadratik.13 Barat menapis trigonometri Islam lalu membuang bab penentuan arah kiblat dan pengiraan takwim sembahyang tetapi mereka mengambil bab sinus, kosinus dan tangen sahaja. Optik Islam dipadamkan tentang konsep cahaya sebagai hidayah tetapi mereka menerima konsep kamera dan kanta teleskop Ibn al-Haitham. Ini bermakna mereka menukar sistem nilai Islam kepada nilai baru Kristian ke dalam sains warisan tersebut. Sains lalu ditafsir mengikut kefahaman gereja, lalu timbullah konflik gereja bersama saintis.
Rentetan sejarah di atas dengan jelas merakamkan betapa sistem nilai telah berperanan mewarnai wajah sains.
Dalam perkembangan aliran pemikiran sains moden lahirlah pelbagai fahaman seperti logikisme, realisme, posifisme, aruhanisme, pemalsuanisme dan seumpamanya yang kebanyakannya bercanggah dengan sistem nilai Islam. Adalah mustahak apabila sains diterima kembali sebagai satu unsur pembangunan berteraskan sains dan teknologi, maka fahaman tersebut haruslah ditapis kembali supaya selari dengan sistem nilai tempatan. Matlamat sains yang murni bukan untuk tujuan kemusnahan, peperangan, eksploitasi alam, dan kegawatan masyarakat tetapi sains yang murni harus memenuhi kriterium etika dan akhlak sains yang mulia dan sejagat. Di atas landasan ini, maka slogan pengislaman sains bermula pada lewat kurun yang lepas.
Pengaruh evolusinisme yang menafikan ketuhanan bukan hanya menjadi landasan biologi Barat yang diimpot ke negara bekas jajahan mereka, namun teori yang sama telah tersebar dalam bidang antropologi, sains sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan seumpamanya. Fahaman ini berakar umbi dalam sistem pendidikan negara jajahan dan sudah menjadi satu doktrin dalam pengajaran sekolah dan kolej. Walaupun guru dan pensyarah yang terlibat adalah orang beragama, tetapi apabila mereka memberi kuliah, fahaman tersebut dianuti dalam masa selang waktu kuliah bersama pelajarnya sebab kebanyakan teks menjadikan evolusinisme sebagai premis asas. Setiap teori biologi bermula dengan fahaman tersebut. Apabila balik ke rumah, mereka kembali menjadi orang beragama. Fahaman sekularisme sedemikian menjadi foneomenon yang lumrah dalam kebanyakan negara umat Islam yang pernah terjajah.
Dalam antropologi, manusia diajar di sekolah, bermula dengan zaman primitif dari segi pemikiran, tamadun, wajah dan rupa, penguasaan ilmu yang berupa bahasa atau pengiraan dan seumpamanya. Manusia digambarkan bermula dengan etika dan kelakuan yang kasar dan primitif semata-mata untuk membenarkan teori evolusi yang menunjukkan manusia dari spesies yang rendah beransur-ansur menjadi spesies yang maju.
Lakaran gambaran pendokong evolusinisme tersebut bercanggah sama sekali dengan wahyu Ilahi yang disampaikan kepada para rasul agama langit yang asal seperti Nasrani, Yahudi dan Islam. Dalam Islam, manusia pertama Adam as adalah orang pertama diberi ilmu pengetahuan yang lengkap dari segi bahasa, pengiraan, kemahiran dan semua ilmu berkaitan dengan iman dan keduniaan. Anakandanya pula Shith as menjadi pelopor kepada ilmu perubatan, astronomi dan lain-lain yang diwariskan kemudiannya kepada ilmuwan Mesir, Yunani dan Babylon. Dari segi bahasa, Adam as dianugerah dengan bahasa yang pelbagai dan sempurna yang kemudiannya tersebar luas di kalangan zuriatnya di seluruh pelusuk dunia. Itulah sebab seluruh bahasa di dunia mempunyai susur galur yang sama. Ahli bahasa menelusuri keluarga bahasa dunia dan mendapati permulaannya menumpu ke satu pohon yang besar. Hingga kini ahli bahasa dan filologi tidak dapat memberi alasan tentang susur galur yang sama itu, sebab mereka menganggap manusia primitif zaman batu tiada perhubungan yang mengikat persaman bahasa mereka.
Dengan ini, apakah sains yang dibina di atas paradigma liberalisme-positifisme-sekularisme sesuai dengan kurikulum sains Islam yang berteraskan wahyu.
D.    Ciri Sains Alternatif
Islam melihat kegiatan ilmu sebagai ibadat umum umat Islam. Ilmu sains tabii dikaji dalam satu paradigma kesepaduan ilmu yang berfungsi untuk melihat alam sebagai satu manifestasi keagungan Ilahi. Alam yang berjalan secara teratur dan tertib, bukan terjadi secara kebetulan tetapi menerusi Iradat Ilahi perancangan Ilahi yang penuh hikmah. Alam semesta yang menjadi objek kajian sains hakikatnya dianggap sebagai kitab terbuka yang harus dikaji secara selari dengan kitab wahyu al-Qur’an. Hasil akhir kegiatan saintifik seseorang Muslim ialah sifat bertakwa yang menjadikan diri pengkajinya tunduk dan patuh kepada kehendak Ilahi, apabila melihat bahawa semua objek kajian sains di langit dan di bumi tunduk patuh kepada Pencipta-nya. Di atas paksi inilah seharusnya kajian saintifik moden umat Islam dilakukan.
Hukum keseragaman alam yang disangka saintis Barat sebagai hukum tabii, hakikatnya ialah hukum Allah swt yang disebut sunnatullah. Muslim bermaksud orang yang patuh dan tunduk kepada peraturan dan kehendaki Ilahi. Dalam pengertian ini, alam semesta yang berjalan secara teratur dan seragam hakikatnya patuh dan tunduk kepada perintah Ilahi. Maka hakikatnya alam semesta adalah Muslim dengan pengertian ini. Hukum sebab dan akibat sebenarnya merupakan sebahagian daripada sunnatullah. Hukum ini tetap berjalan seadanya selagi dikehendaki berlaku demikian oleh Pencipta-nya.
Dalam epistemologi yang dibincangkan ulama silam, ilmu dibahagikan kepada fardu ain dan fardu kifayah, ilmu wajib dan ilmu harus, ilmu alat dan ilmu cabang, ilmu usul atau asas, dan sebagainya, maka sains turut dikaji sebagai satu unit dalam kesyumulan ilmu Islam. Ilmu ini dikaji secara bersepadu dengan ilmu yang lain, terikat dalam ikatan yang padu, tidak terpisah atau terasing seperti pandagan dualisme Barat.
Sains dan wahyu di sisi saintis Islam, dilihat sebagai gabungan yang harmoni, tidak berkonflik seperti anggapan sains Barat. Bahkan al-Qur’an memberikan impak yang besar kepada generasi terdahulu untuk memulakan kajian alam yang berkaitan dengan botani, haiwan, fizik, kimia, astronomi dan sebagainya. Sains dikaji dalam kesepaduan cerapan, ujikaji dan ilham. Kegiatan sains ialah kegiatan agama.
Alam makro dan mikro kesemuanya mematuhi peraturan yang satu, sebab Pencipta alam semesta hanyalah Satu dan Hanya Satu. Pengkaji yang ikhlas dalam sains akan mencapai kesimpulan yang sama, apabila melihat alam mega kosmos, alam seni sub-atom mematuhi peraturan yang sama. Kesemuanya melambangkan kepatuhan mereka kepada peraturan Ilahi yang satu. Kesatuan hukum dan peraturan menunjukkan keewujudan Tuhan yang Maha Satu. Tidak ada satu pun objek alam yang dicipta tanpa hikmah dan tujuan.
Berbeda dengan Barat, saintis Islam menggabungkan aspek fisikal dan spiritual dalam domain sains, rohani dan jasmani, kualitatif dan kuantitatif. Domain sains umat Islam tentulah lebih luas daripada sains Barat yang terikat dengan cerapan kuantitatif semata-mata, sedangkan banyak persoalan psikoanalilis seperti persoalan akal, jiwa, kebahagiaan, pemikiran dan kognitif berada di luar domain sains Barat.
Bagian biologi yang menjadikan evolusinisme sebagai asas kehidupan yang berkembang daripada sel ringkas kepada sel kompleks, bercanggah secara langsung dengan wahyu al-Qur’an, khususnya kejadian manusia yang bermula dengan kejadian Adam as. Teori perubahan spesies yang bersifat menaik bukan sahaja bercanggah dengan wahyu Ilahi, tetapi turut bercanggah dengan fakta sains yang lebih mantap, sepertri percanggahan proses evolusi dengan hukum entropi kedua fizik. Bukti geologi turut bercanggah dengan teori tajaan Darwin.
Sains Barat yang menjadikan Darwinisme sebagai premis utama dalam semua aspek emperikal sains haruslah disemak secara menyeluruh dalam paradigma baru yang dicadangkan sebagai sains alternatif.
Kepelbagaian bangsa dan etnik merupakan sebahagian hikmah Ilahi dalam penciptaan-Nya. Demikian pula masyarakat yang terikat dengan kawasan geografi masing-masing mempunyai ciri tempatan yang khusus selain sifat sejagat umat manusia yang umum. Dalam kajian sains, unsur tempatan boleh digunakan untik mendekatkan para pengkaji dengan alam sekitar di sekitar ekologi tertentu. Hal ini termasuk melihat warisan turun temurun yang berkaitan dengan pemikiran dan kajian yang berkaitan dengan masyarakat tertentu. Alam Melayu tidak tertinggal dengan warisan sedemikian yang melibatkan amalan berkaitan perubatan botani, pertukangan, pemikiran dan sebagainya. Dalam hubungan ini, unsur etnosains boleh disepedukan dengan paradigma induk untuk memberi nilai tambah kepada kajian sains moden. Ini memperkayakan domain sains yang melihat fenomenon sains menerusi kacamata yang lebih luas. Diharapkan juga dimensi ini akan mendekatkan pengkhususan kajian unsur setempat dengan dipadukan dengan sifat kesejagatan sains di bawah sistem nilai Islam.
E.     Kritik terhadap sains modern
Benarkah bahwa makin credas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran. Makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang Filsafat Ilmu Netralitas Sains mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki, ataukah malah sebaliknya; makin cerdas makin pandai kita berdusta. Profesor Ace Partadiredja dalam pidato pngukuhan Beliau selaku Guru Besar Ilmu ekonomi UGM pernah memberi himbauan: “Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah di samping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi.
Ada tiga macam sikap ilmuan muslim khusunya dalam menghadapi sains barat atau sains modern, yaitu:
1)      Menerima sepenuhnya filsafat dan sain barat yang bersifat sekuler, dan apabila demikian akan hilang identitas nuslim dan nilai-nialai keislaman.
2)      Menolak filsafat dan sain barat itu seluruhnya, dan bila demikian berarti bunuh diri intelektual.14
3)      Harus dicari alternative, antara lain dengan mencari epistemology islam atau membangun kembali sain dan peradaban islam.

BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Pada era globalisasi ini banyak muncul perkembangan sains modern. Banyak penemu-penemu menemukan penemuan baru yang berhubungan dengan sains. Para peneliti umumnya menggunakan akal pikiran dan rasio mereka dalam menemukan sesuatu yang baru, bahkan memisahkan hukum empiris dengan hukum normative sehingga menyebabkan sains modern disebut value free (bebas nilai).
Pemikiran sains bertukar tangan daripada Yunani kepada Islam, Islam kepada Eropah, dan kini sains lebih bersifat sejagat, bebas budaya, dan bebas nilai. Namun sebelum zaman postifisme yang menafikan seluruh sistem nilai dalam pemikiran sains, kita perhatikan setiap tamadun berkembang di atas paksi dan paradigma tersendiri. Sains tamadun Islam berkembang di atas paksi Tauhid. Paksi ini telah lebur dalam perjalanan pemikirannya ke Eropah lalu terhasillah sains moden yang bebas budaya, bebas metafisik.
Karena pemikiran yang mendasar dari filsafah modern itu, maka perlu dicari dan dibangun falsafah sain alternative, dengan mengembangkan paradigm keilmuan lain yang terkandung didalanya hukum-hukum nofmatif yang bersifat ilahiyah.

B.      Kritik dan Saran
Diharapka kritikan yang dapat membangun agar kedepanya kami bisa membuat makalah yang lebih baik dari ini.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Imam al-Syaikh Ibrahim bin Ismail. Tth. Ta’lim al-Muta’allim. Semarang: Pustaka al-Alawiyah.
2.      Butt, Nasim. 2001. Sains dan Masyarakat Islam (Diterjemahkan oleh Masdar Hilmy dari Buku Science and Muslim Society). Bandung: Pustaka Hidayah.
3.      Fauziyah, Lilis R.A. dan Andi Setyawan. 2009. Kebenaran al-Qur’an dan Hadits. Solo: Tiga Serangkai.
4.      F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme Dan Moderenitas, Diskursus Folosofis Tentang Metode Ilmiah Dan Problem Moderenitas, Kanisius, Yogyakarta : 2003.
5.      Herdono Darmadjo, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Penerbit: Karunika Universitas Terbuka, Jakarta: 1986
6.      Mahdi, Ghulsyani. 2001. Filsafat-Sains Menurut Al-Qur’an (Diterjemahkan oleh Agus Efendi dari Buku The Holy Quran and the Science of Nature). Bandung: Penerbit Mizan.
7.      Noordin, Sulaiman. 2000. Sains Menurut Perspektif Islam (Diterjemahkan oleh Munfaati). Jakarta: Dwi Rama.
8.      Osman Bakar (1995) Tauhid dan Sain: Esai-EsaitTentang Sejarah dan Filsafat Sain Islam. Pustaka Hidayah, Bandung
9.      Osman Bakar (2003) Islam dan Dialog Peradaban: Menguji Universalisme Silam Dalam Peradaban Timur dan Barat. Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta
10.  Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an. 1990. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an.
11.  Ziauddin Sardar (1991) Sentuhan Midas: Sains, Nilai dan Pesekitaran Menurut Islam dan Barat. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur.
12.  Ziauddin Sardar (1992) Hujan Sains Islam. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur
13.  Ziauddin Sarda (1998) Jihat Intelektual: Perumusan Parameter-Parameter Sain Islam.(Terjemahan), Penerbit Risalah Gusti, Surabaya

Footnote:
1.      Pemikiran Prof Ismail Faruqi boleh diteliti menerusi karyanya Islamisation of Knowledge (Washington IIIT, 1985).
2.      Pemikiran Prof Syed Hossein Nasr boleh diteliti menerusi karyanya Science and Civilization in Islam (New York, 1968).
3.      Pemikiran Prof Syed Naguib al-Attas boleh diteliti menerusi Islam and Secularism (Abim, 1979).
4.      Pemikiran Sardar boleh diteliti misalnya menerusi makalahnya yang bertajuk Islamic Science: The Contemporary Debate dalam Encyclopaedia of The History of Science, Technology and Medicine (suntingan Selin).
5.      Pemikiran Prof Osman Bakar boleh diteliti menerusi bukunya Tawhid and Science (Kuala Lumpur, 1991).
6.      Dr Gary Miller ialah professor matematik dan tokoh gereja yang terlibat cergas dengan misionari Kristian. Beliau menggunakan kaedah kontra-positif matematik untuk menguji kesahihan kitab sucinya, lalu mendapati kaedah falsifikasi matematik tidak dapat menerima keautentikannya. Lalu beliau melakukan ujikaji yang sama terhadap al-Qur’an dalam usahanya untuk menolak al-Qur’an, tetapi hasilnya di luar dugaannya. Sejak itu beliau memeluk Islam yang sejagat, lalu secara aktif pula menulis tentang sains dan Islam.
7.      Maksudnya: Al-Qur’an hampir pasti tidak mengandungi sebarang proposisi yang becanggah dengan pengetahuan modern yang paling mantap bahawa sebahagian besar fakta yang disebut dalam al-Qur’an tidak diketahui sehinggalah ke zaman modern ini.
8.      Maksudnya: Sungguhpun saya sedar kegemilangan saintis Muslim kurun ke-10 Masihi dan sebahagian sumbangan mereka dalam perubatan, namun saya tidak mengetahui langsung tentang fakta dan kepercayaan yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Adalah menjadi sanjungan bagi saya untuk menolong memperjelaskan ayat al-Qur’an tentang kejadian manusia. Jelas bagi saya, bahawa ayat tersebut sampai kepada Muhammad daripada Tuhan, sebab kebanyakan ilmu ini tidak diketahui hinggalah beberapa kurun kemudian. Ini membuktikan di sisi saya, bahawa Muhammad pastilah Rasul Utusan Tuhan.
9.      Abdus Salam (1926 – 1996) ialah penerima Hadiah Nobel dalam fizik teori partikel pada tahun 1979. Beliau berpendapat sains Islam tidak wujud sebab sains bersifat sejagat. Beliau berasal dari Pakistan dan memperoleh PhD daripada Universiti Cambridge serta pernah menjawat jawatan profesor di Kolej Imperial, London
10.  Faraid ialah ketetapan al-Qur’an tentang kaedah pembahagian harta pusaka bagi seseorang yang meninggal dunia kepada pewarisnya yang berhak
11.  Kisah Zul-Qarnain ini diceritakan dalam al-Qur’an, surah al-Kahfi ayat 83 – 96
12.  Kisah tentang Ashab al-Kahfi diceritakan dalam al-Qur’an, surah al-Kahfi ayat 9 – 23.
13.  Persamaan kuadratik berbentuk ax2 + bx + c = 0. Persamaan ini diselesaikan oleh Muhammad bin Musa al-Khawarizmi menerusi Kitab al-Jabr wa al-Muqabalah (825).
14.  Ziauddin Sardar, lihat buku filsafat ilmu pengetahuan . oleh Darwis A. Soelaiman hlm 97

No comments:

Post a Comment