Status
Dan Peran
A.
Latar
Belakang
Kedudukan
atau status social merupakan posisi seseorang seecara umun dalam masyarakat
dalam hubungannya dengan orang lain. Posisi seseorang menyangkut lingkungan
pergaulan, prestige, hak-hak, dan kewajiban. Secara abstrak, kedudukan berarti
tempat seseorang dalam satu pola kehidupan. Sebagaimana kedudukan, maka setiap
orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola pergaulan
hidupnya, hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan
masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilakuan
seseorang, disamping itu peran menyebabkan dapat meramalkan perbuatan orang
lain pada batas tertentu, sehigga orang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri
dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peran yang melekat pada diri
seseorang harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan
kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat (social-position)
merupakan unsure statis yang menunjukan tempat individu dalam organisasi
masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya
seseorang menduduki posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu
peran.
Beragam
status yang dimiliki seseorang dapat menimbulkan pertentangan atau konflik
status. Konflik status adalah konflik batin yang dialami seseorang sebagai
akibat adanya beberapa status yang dimilikinya yang saling bertentangan.
Seiring adanya konflik antara kedudukan-kedudukan, maka ada juga konflik peran
(conflict of role) dan bahkan pemisahan antara individu dengan peran
sesungguhnya harus dilaksanakan (role-distance). Role distance terjadi apabila
si individu merasakan dirinya tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai
untuk melaksanakan perannya yang diberikan masyarakat kepadanya, sehingga tidak
dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri.
Peran dapat memb imbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran
sendiri adalah memberikan arah pada proses sosialisasi, pewarisan tradisi,
kepercayaan, nila-nilai, norma-norma dan pengetahuan, dapat mempersatukan
kelompok atau masyarakat, dan menghidupkan system pengendali control sehingga
dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan
hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan
status sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status social
atau sebaliknya. Peran social bersifat dinamis sedangkan status social bersifat
statis. Dalam masyarakat. Peran dianggap sangat penting karena peran mengatur
perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian peran sosial?
2.
Apa
pengertian status sosial?
3.
Bagaimana
hubungan antara peran dan status sosial dengan kesetaraan gender?
PEMBAHASAN
A.
Peran
Sosial
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang
yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah
menjalankansuatu peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal berikut
:
1.
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2.
Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yan dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3.
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur social.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan
posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam
masyarakat(social-posistion) merupakan unsure statis yang menunjukan tempat
individu dalam masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,
penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu
posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Dalam peranan yang
berhubungan dengan pekerjaannya, seseoang diharapkan menjalankan
kewajiban-kewajiban yang berhubunga dena peranan yang dipegangnya.
Gross, Masson, dan McEachren mendefisikan peranan sebagai
seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati
kedudukan social tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari
norma-norma social dan oleh karena itu ditentukan oleh norma-norma di dalam
masyarakat.
Selanjutnya Berry mengungkapkan bahwa di dalam peranan terdapat 2
macam harapan,yaitu:
1)
harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau
kewajiban dari pemegang peran,dan
2)
harapan-harapan yang dimiliki oleh sipemegang peran terhadap
masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam
menjalankan perannnya atau kewajiban-kewajibannya.
Sedangkan Hendropuspito mengungkapkan bahwa istilah peranan (dalam
sandiwara) oleh para ahli sosiologi dialihkan ke panggung sandiwara, diberi isi
dan fungsi baru yang disebut peranan social. Istilah peranan menunjukan bahwa masyarakat
mempunyai lakon, bahkan masyarakat lakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu
lakon yang masih actual, lakon yang besar, yang terdiri dari bagian-bagian dan
pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota masyarakat. Lakon masyarakat
itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi peran social adalah bagian dari
fungsi social masyarakat.
Kata social dalam peranan social mengandung maksud bahwa peranan
tersebut terdiri atas sejumlah pola kelakuan lahiriah maupun batiniah yang
diterima dan diikuti banyak orang.
Bertolak dari sudut pandang diatas, peranan social dapat
didefinisikan sebagai bagian dari fungsi social masyarakat yang dilaknsanakan
oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah
yang telah ditentukan.
Dari analisis pengertian peranan social, dapat disimpulkan bahwa :
1)
peranan
sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat,
2)
peranan
sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan,
3)
peranan
sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu,
4)
pelaku
peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat,
5)
dalam
peranan sosial terkandung harapan yang khas dari masyarakat, dan
6)
dalam
peranan sosial ada gaya khas tertentu.
Dalam
kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah
1)
aspek
dinamis dari kedudukan,
2)
perangkat
hak-hak dan kewajiban,
3)
perilaku
actual dari pemegang kedudukan, dan
4)
bagian
dari aktivitas yang dimainkan oleh seseorang.
Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa
peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status.
Bahkan dalam suatu tunggalpun oran yang dihadapkan dengan sekelompok peran yang
disebut sebagai perangkat peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan
untuk menunjukan bahwa satu tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan
tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok.
B.
Status
Sosial
Setiap
individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status
merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam
tingkah lakunya. Status social sering pula disebut sebagai kedudukan atau
posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua system
social, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak,
isteri, suami, ketua RW, ketua RT, Camat, Lurah, Kepala Sekolah, Guru dan
sebagainya.
Status
social adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya
(menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status social yang tinggi akan
ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan status
sosialnya rendah.
1.
Ascribed
Status
Ascribed
Status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras,
kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan sebagainya.
2.
Achieved
Status
Achieved
Status adalah status social yan didapat seseorang karena kerja keras dan usaha
yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu harta kekayaan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, dll.
3.
Assigned
Status
Assigned
Status adalah status social yag dieroleh seseorang di dalam lingkungan
masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan
kepercayaan masyarakat. Contoh seperti seseorang yang dijadikan kepala suku,
ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
Kadangkala
seseorang atau individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang
disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut
berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan
timbul apa yang dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari
status social seseorang adalah timbulnya konflik status.
Macam-macam Konflik Status :
a)
Konflik
Status Individual:
Konflik
status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri.
contoh :
contoh :
·
Seorang
wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga.
·
Seorang
anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja.
b)
Konflik
Status Antar Individu :
Konflik
status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena
status yang dimilikinya.
Contoh
:
·
Perebutan
warisan antara dua anak dalam keluarga.
·
Tono
berantem dengan Tomi gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari kakak mereka.
c)
Konflik
Status Antar Kelompok :
Konflik
kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain.
Contoh:
Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan
departemen yang lain. DPU ( Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab
terhadap jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN (Perusahaan
Listrik Negara) yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru. Pada
waktu membuat jaringan tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM
karena merusak jaringan telpon dan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
karena membocorkan pipa air. Keempat Instansi tersebut akan saling berbenturan
dalam melaksanakan statusnya masing-masing.
C.
HUBUNGAN
PERAN DAN STATUS SOSIAL DENGAN KESETARAAN GENDER
Konsep
gender berbeda dengan sex, sex merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada
akhirnya menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar
pada jenis kelamin yang dimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan
tidak dapat diubah. Adapun gender (Echols dan Shadily, 1976, memaknai gender
sebagai jenis kelamin) adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan
yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Faqih, 1999), dengan begitu
tampak jelas bahwa pelbagai pembedaan tersebut tidak hanya mengacu pada
perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai
tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan
dalam setiap bidang masyarakat (Kantor Men. UPW, 1997). Secara sederhana dapat
dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan
perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan
sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat
yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
Berikut
ini beberapa pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1)
Gener
adalah peran social dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan
(Suprijadi dan Siskel, 2004)
2)
Gender
adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk
oleh masyarakat sesuai dengan nila budaya yang berlaku dalam periode waktu
tertentu (WHO,2001).
3)
Gender
adalah perbedaan peran dan tanggung jawab social bagi perempuan dan laki-laki
yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
4)
Gender
adalah jenis kelamin social atau konotasi masyarakat untk menentukan peran
social berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004).
Berikut
ini adalah teori tentang gender, antara lain :
1)
Teori
Kodrat Alam
Menurut
teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang
gender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori ini dibagi menjadi 2 yaitu :
a)
Teori
Nature
Teori
ini memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu
dipermasalhkan
b)
Teori
Nurture
Teori
ini memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati,
sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan.
2)
Teori
Kebudayaan
Teori
ini memandang gender sebagai akibat dari kontruksi budaya (Suryadi dan Idris,
2004). Menurut teori ini terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena
kontruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu merupakan hasil
proses budaya masyarakat yang membedakan peran social laki-laki dan perempuan.
Pemilahan peran social berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk
dan dilatihkan.
3)
Teori
Fungsional Struktural
Berdasarkan
teori ini munculnya tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran social di
masyarakat sebagai akibat adanya perubahan struktur nilai social ekonomi
masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan peran
seseorang tidak mengacu kepada norma-norma kehidupan social yang lebih banyak
mempertimbangkan factor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing
dan keterampilan (Suryadi dan Idris, 2004)
Dalam
banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik
setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam
mayarakat tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya
setempat sebagai warga negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender
dalam masyarakat. Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk
perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh,
namun dalam konteks budaya peran yang diembannya haruslah memiliki kesetaraan. Hingga saat ini masih ditengarai terjadi ketidaksejajaran peran
antara laki-laki dan perempuan, yang sebenarnya lebih didasarkan pada kelaziman
budaya setempat.Terkait dalam kehidupan keseharian, konstruksi budaya memiliki
kontribusi yang kuat dalam memposisikan peran laki-laki - perempuan. Banyaknya
ketidaksetaraan ini pada akhirnya memunculkan gerakan feminis yang menggugat
dominasi laki-laki atas perempuan.
Hal
ini terjadi pada perempuan di Dusun Kalitengah Lor, Glagahardjo, Cangkringan,
Sleman, seluruhnya ikut bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan ikut melakukan kegiatan pertanian,
peternakan bahkan mencari pasir dan batu. Lahan pertanian merupakan sumberdaya
andalan sebagai sumber pendapatan guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Seluruh lahan garapan berupa lahan kering ditanami rumput dan kayu,
lahan dekat pemukiman biasan ditanami polowijo
seperti ketela, jagung dan sedikit sayuran untuk konsumsi sendiri. Seluruh perempuan mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan
peternak sebagai mata pencaharian pokok dan perempuan yang mempunyai mata
pencaharian tambahan mencapai 48,2 persen, kelompok perempuan ini
berarti mempunyai peran multiple role sebagai ibu rumahtangga,
petani dan peternak masih mempunyai kegiatan tambahan sebagai pedagang, buruh
serabutan, mencari pasir, batu dan hasil hutan.
Perbedaan laki-
laki dan perempuan dalam konstruksi sosial budaya telah merugikan perempuan
seperti melahirkan pembagian kerja yang tidak seimbang, perempuan mempunyai
beban kerja lebih berat apabila harus bekerja mencari nafkah. Subordinasi
terhadap perempuan dengan anggapan perempuan memiliki kualitas rendah telah
merugikan perempuan sehingga perempuan didorong untuk bertanggungjawab pada
tugas rumahtangga. Kegiatan rumahtangga tidak menghasilkan uang/ upah dan
kegiatan tersebut identik dengan perempuan bahkan selayaknya menjadi
kewajiban dan tanggung jawab perempuan. Kenyataan bahwa perempuan
harus bertanggung jawab atas seluruh beban kerja di
rumahtangga meskipun perempuan mampu memberikan
sumbangan pendapatan dari pekerjaan di luar rumah tangga.
Kerancuan
dalam mempersepsi perbedaan seks dalam kontek sosial budaya dan status, serta
peran yang melakat pada relai laki-laki perempuan pada akhirnya
menumbuhsuburkan banyak asumsi yang memposisikan perempuan sebagai
subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi laki-laki perempuan ini muncul dalam
anggapan, laki-laki memiliki sifat misalnya assertif, aktif, rasional, lebih
kuat, dinamis, agresif, pencari nafkah utama, bergerak di sektor publik, kurang
tekun. Sementara itu di lain sisi, perempuan diposisikan tidak assertif, pasif,
emosional, lemah, statis, tidak agresif, penerima nafkah, bergerak di sektor
domestik, tekun, dll
Contoh
peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai
berikut:
·
Masyarakat
Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan
garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga
dengan garis wanita (ibu).
·
Masyarakat
Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan
keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga
dengan garis pria (ayah).
·
Masyarakat
Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga
dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis
wanita (ibu).
Jadi status dan peran pria dan
wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang
disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Contoh peran
gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman sebagai
berikut.Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh
pria, tetapi sekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa.
Contoh lain, pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang
menemani) apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang
sudah dianggap hal yang biasa.
Contoh peran gender yang dapat
ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. Mengasuh anak, mencuci
pakaian dan lain-lain, yang biasanya dilakukan oleh wanita (ibu) dapat
digantikan oleh pria (ayah).Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan
lain-lain yang biasa dilakukan oleh pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita
(ibu).
Dikemukakan
oleh Bemmelen (2002), beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh masyarakat pada
pria dan wanita sebagai berikut. Perempuan memiliki ciri-ciri: lemah, halus
atau lembut, emosional dan lain - lain. Sedangkan pria memiliki ciri-ciri:
kuat, kasar, rasional dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya ada wanita yang
kuat, kasar dan rasional, sebaliknya ada pula pria yang lemah, lembut dan
emosional. Beberapa status dan peran yang dicap cocok atau pantas oleh
masyarakat untuk pria dan wanita sebagai berikut:
4)
Untuk
Perempuan
a)
Ibu
rumah tangga
b)
Bukan
pewaris
c)
Tenaga
kerja domestic (urusan rumah tangga)
d)
Pramugari
e)
Panen
padi
5)
Untuk
Laki-Laki
a)
Kepala
keluarga / rumah tangga
b)
Pewaris
c)
Tenaga
kerja public (mencari nafkah)
d)
Pilot
e)
Pencangkul
lahan
Dalam
kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan ada
pula wanita sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka, sebagai
pilot, pencangkul lahan dan lain-lain. Dengan kata-kata lain, peran gender
tidak statis, tetapi dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan
perkembangan situasi dan kondisi).
Berkaitan
dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut:
1)
Peran
produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang
menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk
diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
2)
Peran
reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah
tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah
tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini
disebut juga peran di sektor domestik.
3)
Peran
sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan
beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. (Kantor Menteri Negara
Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang
yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah
menjalankansuatu peranan.
2)
Status
merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam
tingkah lakunya. Status social sering pula disebut sebagai kedudukan atau
posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
3)
Status
dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial
budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki
dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat. Secara sederhana
dapat dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan
perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan
sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat
yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
B.
Saran
Mengupayakan
peranan wanita yang berwawasan gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender di dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini perlu didukung
oleh perilaku saling menghargai atau menghormati, saling membantu, saling
pengertian, saling peduli dan saling membutuhkan antara pria dengan wanita.
No comments:
Post a Comment